Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara pungutan ekspor untuk minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO). Ini seiring turunnya harga CPO belakangan ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, melihat kondisi tersebut pihaknya bersama kementerian atau lembaga terkait telah memutuskan untuk tidak memungut hasil ekspor dari CPO. Ini mempertimbangkan agar para pelaku usaha sawit tidak semakin dibebankan.
"Jadi bagaimana setelah berdiskusi agak panjang. Kita sepakat bahwa pungutan kelapa sawit dan turunannya untuk BPDP (Badan Pengelola Dana Perkebunan) kelapa sawit itu dengan keadaan harga yang sangat rendah diputuskan untuk di nol kan. Ditiadakan," kata Darmin saat konferensi pers, di Kantornya, Jakarta, Senin (26/11/2018).
Darmin mengatakan harga CPO saat ini telah berada di level USD 420 per ton dari sebelumnya di angka normal yakni sekitar USD 530-an per ton. Keputusan ini dinilai tepat untuk membantu para pelaku usaha.
"Sehingga kami tadi komite melihat bahwa ini sudah urgensi sudah keadaan yang mendesak terutama bagi petani dan semua pemain kelapa sawit," imbuhnya.
Darmin mengungkapkan, apabila harga CPO kembali membaik di kisaran USD 500-an maka secara otomatis akan kembali dikenakan pungutan tarif. Namun tidak penuh, yakni USD 25 per ton untuk CPO, turunan I sebesar USD 10 dan turunan II USD 5 per ton.
"Kalau naik lagi menjadi diatas 549 maka pungutannya menjadi seperti sebelumnya. Kebijakan ini diambil mempertimbangkan bahwa dengan harga yang begitu rendah yang sebenarnya banyak pihak rugi itu sudah tidak bisa dilaksanakan dalam situasi ini," paparnya.
Seperti diketahui, berdasarkan PMK Nomor 81/PMK.05/2018 tentang tarif layanan umum badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit pada Kementerian Keuangan disebutkan bahwa tarif pungutan untuk CPO adalah sebesar USD 50 perton, untuk turunan I USD 30 per ton, dan turunan II USD 20 perton.
Di samping itu, lanjut Darmin, keputusan ini nantinya akan berlaku setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani menandatangi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai payung hukum. Paling tidak kata dia, keputusan ini akan ditandatangani paling lambat lada 2 Desember 2018
"Nah itu yang sekarang kita 0 kan untuk sementara. Dan waktu ini saya diskusikan Jumat malam, dia katakan sebaiknya saya hanya bisa berikan itu (tanda tangan) setelah pulang tanggal 2. Tapi tentu berlakunya waktu tanggal 2," tegas Darmin.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com https://ift.tt/2DHBdMK
No comments:
Post a Comment