Liputan6.com, Jakarta - Calon presiden Prabowo Subianto berjanji akan menjemput pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Mekah jika terpilih menjadi presiden. Selain Rizieq, dia juga berjanji membebaskan emak-emak dan para habib atau ulama yang dinilainya telah dikriminalisasi.
Menanggapi hal itu, Wakil Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Lukman Edy mengatakan, hal yang dijanjikan Prabowo adalah pelanggaran hukum.
Menurutnya, janji ini menunjukkan sosok Prabowo yang tidak mengerti penegakan hukum di Indonesia.
"Pak Prabowo melanggar aturan hukum ini, membebaskan orang yang pidana, karena kan orang yang ditangkap, yang dituduh kita melakukan kriminalisasi itu adalah orang-orang yang mempunyai perkara pidana. Yang sudah melalui proses peradilan kemudian ditetapkan hukumannya dan sanksinya oleh peradilan," ujar Lukman di Jalan Cemara, Menteng, Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Ia menjelaskan, seorang presiden memang memiliki kewenangan memberikan grasi dan abolisi. Namun, intervensi hukum seperti ini tidak menjadi kewenangan mutlak seorang presiden terhadap orang atau kelompok tertentu.
Karenanya, Lukman menilai Prabowo tidak mengerti soal pemisahan kekuasaan dan masih terbayang akan kejayaan masa orde baru (orba).
"Dia masih berhalusinasi tentang kejayaan masa orba," tukas Lukman.
"Dulu waktu jaman Orba itu iya. Itu jadi sepenuhnya mutlak menjadi presiden. Tapi di era reformasi, grasi dan abolisi masih ada konsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) dan DPR. Yang abolisi konsultasi dengan DPR, yang grasi dengan MA," tandasnya.
No comments:
Post a Comment